Sebuah Perenungan..
Suatu hari, seorang ibu duduk membantu anak-anaknya mengulang-ulang
pelajaran sekolah mereka. Ia memberikan sebuah buku gambar kepada
anaknya yang masih kecil berusia empat tahun agar tidak mengganggunya
dalam memberi penjelasan dan pelajaran kepada saudara-saudaranya yang
lain.
Saat itu ia teringat bahwa ia belum menyiapkan makan malam untuk
mertuanya yang sudah berusia lanjut yang hidup bersama mereka dalam
sebuah kamar yang kecil yang khusus dibuat di luar rumah, yang terletak
di beranda rumah mereka.
Biasanya dialah yang melayani dan mengurusnya selama ini. Dan
suaminya merelakan ia melayani dan mengurus orang tuanya yang sudah
tidak bisa beranjak dari kamarnya karena kesehatannya yang sudah
menurun.
Maka iapun bergegas menyiapkan makanan untuknya sebelum pergi. Ia
bertanya kepada mertuanya kira-kira bantuan apa yang bisa dilakukannya?
Kemudian iapun pergi dan kembali mengurus anak-anaknya sebagaimana
biasa.
Ia memperhatikan anaknya yang berusia 4 tahun yang sedang menggambar
lingkaran dan kotak bujur sangkar lalu meletakkan tanda padanya. Si
ibupun bertanya kepada anaknya, “Apa yang sedang engkau gambar nak?”
Si anak menjawab dengan polos, “Aku sedang menggambar rumah yang akan aku tempati sesudah aku besar dan menikah nanti.”
Jawaban anaknya membuat hati si ibu merasa gembira.
Kemudian si ibu bertanya lagi, “Dimanakah engkau akan tidur?”
Kemudian si anak menunjukkan kotak-kotak bujur sangkar dan mengatakan,
“Ini adalah kamar tidur, yang ini ruang dapur dan ini adalah ruang
tamu.” Iapun menyebutkan satu persatu yang ia kenali di dalam rumahnya.
Ia tidak menyisakan sebuah ruangan pun yang ada di dalam rumah dari
gambarnya itu, seluruh ruangannya ia gambar. Kemudian anak tadi
menggambar sebuah kamar yang kecil berada di luar rumah.
Si ibupun kagum dengan anaknya. Kemudian si anak berkata kepadanya,
“Kamar di luar rumah ini untuk ummi, aku akan memberikannya kepada ummi
untuk ditinggali seperti halnya kakek.”
Betapa terkejutnya si ibu mendengar celotehan anaknya itu.
Dalam hati, ia berkata, “Apakah kelak aku akan ditinggal seorang diri
di luar rumah? Di bilik kecil di pekarangan rumah tanpa bisa bersenda
gurau bersama anak dan cucuku? Tidak bisa mengobrol, bercanda dan
bermain bersama mereka ketika aku tidak mampu lagi bergerak? Siapakah
yang dapat aku ajak bicara ketika itu? Apakah aku harus menghabiskan
sisa hidupku seorang diri berteman dinding tanpa bisa mendengar canda
tawa sanak keluargaku?”
Iapun segera memanggil pembantunya agar memindahkan perabot di ruang
tamu. Biasanya ruang tamu adalah ruangan yang paling bagus dan paling
indah dalam sebuah rumah.
Iapun segera memindahkan tempat tidur mertuanya ke kamar tamu setelah
memindahkan perabotan ruang tamu tersebut ke kamar yang berada di
halaman rumah.
Ketika suaminya pulang betapa terkejut dan herannya ia dengan apa
yang dilihatnya. Iapun bertanya kepada istrinya mengapa ia merubah
desain ruang tamunya?
Iapun menjawab dengan air mata berlinang dari kedua matanya. Ia
berkata, “Aku sengaja memilih ruangan yang paling bagus untuk kita
apabila kelak Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi kita umur panjang dan
kita tidak mampu lagi bergerak. Dan biarkanlah ruang tamu berada di
pekarangan rumah.
Si suamipun paham apa yang dimaksud oleh istrinya. Iapun memuji
tindakan istrinya terhadap orang tuanya, yang memandangi mereka dan
tersenyum dengan pandangan penuh keridhaan.
Lantas si anak menghapus gambarnya dan tersenyum….
Dikutip dari kitab Qishahs Muatstsiratu fi Bir wa ‘Uquuqul Walidain dan telah di terbitkan oleh At-Tibyan dalam edisi Indonesia.
Sepenggal kisah di atas kiranya dapat dijadikan cerminan bagaimana
menjadi anak yang berbakti dan menghargai orang tua kita. Sekaligus
menjadi orang tua yang dapat diteladani bagi anak-anaknya. Orang tua
teladan berarti orang tua yang dapat memberi; kasih sayang,
perlindungan, perhatian, empati, keteguhan, kejujuran, pengertian, rasa
aman, dukungan dan pujian kepada anak-anaknya. Sungguh, barangsiapa yang
menanam kebaikan pasti akan memanen kebaikan pula, sebaliknya
barangsiapa yang menanam kejelekan pasti ia akan memanen kejelekan pula.
Sumber: http://akhiyusuf.wordpress.com
No comments:
Post a Comment